Rabu, 15 Agustus 2012

Marzuki: 67 Tahun Merdeka, Kemiskinan Masih Dirasakan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski bangsa ini telah 67 tahun merdeka dan telah memperoleh berbagai capaian yang signifikan di berbagai bidang, namun persoalan kemanusiaan, sebagaimana juga dialami berbagai bangsa di dunia, masih dirasakan, utamanya persoalan kemiskinan yang masih masih terus dirasakan.
"Persoalan kemiskinan ini kemudian menjadi terderivasi ke dalam berbagai persoalan lainnya seperti berbagai tindak kejahatan, kebodohan, pengangguran, korupsi, dan penyakit moral-sosial lainnya," kata Ketua DPR RI Marzuki Alie, Rabu (15/8/2012).
Marzuki mengatakan, persoalan kemiskinan disini, bukan hanya yang berkaitan dengan kesenjangan pendapatan, tetapi lebih kompleks lagi, menyangkut masalah ketidakberdayaan,  ketiadaan pengetahuan dan ketrampilan, dan kelangkaan akses pada modal dan sumberdaya.
"Namun demikian, hendaklah dipahami bahwa kemiskinan ini juga bisa sebagai akibat dari faktor-faktor lain yang saling berhubungan, sehingga menimbulkan pemahaman yang krusial, mana yang lebih dahulu seperti antara telor dan ayam, antara miskin dan bodoh,” ujar Marzuki.
Marzuki melihat setidaknya ada dua faktor utama yang menjadi penyebab kemiskinan selain faktor bencana alam atau kemiskinan alamiah, yaitu faktor struktural dan faktor kultural. Dalam perspektif struktural, masyarakat menjadi miskin karena kebijakan negara yang kurang memihak kepada masyarakat miskin. Kemiskinan terjadi karena disfungsi negara dalam menjalankan perannya.
“Disfungsi pertama, tampak dalam hal fungsi distributif negara, yakni bagaimana negara mengalokasikan sumberdaya, anggaran, dan kesempatan ekonomi secara adil. Dengan fungsi distributifnya, negara mestinya berkewajiban dalam membantu mereka yang termarjinalkan oleh mekanisme pasar dalam kehidupan rezim ekonomi pasar dan atau rezim ekonomi yang kapitalistis,” jelasnya.
Marzuki pun mencontohkan, berapa banyak usaha rakyat yang bangkrut karena tidak mampu bersaing dengan barang-barang impor, baik dalam segi kualitas maupun dari segi harga. Hampir semua potensi sumberdaya ekonomi dikuasai para Pemilik Modal, sedangkan rakyat hanya menjadi penonton. 80% sumberdaya ekonomi dikuasai hanya 20% Pemilik Modal, sedangkan 20% sisanya diperebutkan oleh 80% rakyat Indonesia.
“Persoalan distributif negara ini lebih dominan disebabkan karena sistem yang kolutif dan korup yang telah dipraktekkan oleh mereka yang mempunyai kekuasaan dan kesempatan namun tidak amanah, sehingga menimbulkan kesengsaraan yang berkelanjutan bagi masyarakat yang kurang beruntung atau termarginalkan,” katanya.
Disfungsi yang kedua adalah disfungsi stabilitatif, dimana negara tidak berhasil dalam menstabilkan perekonomian secara keseluruhan. Fungsi ini menurut para pakar ekonomi publik, lahir karena bertolak pada kenyataan bahwa para pelaku ekonomi, pada keadaan-keadaan tertentu tidak berdaya mengatasi masalah ekonomi yang mereka hadapi, sehingga kalau dibiarkan begitu saja akan menimbulkan instabilitas perekonomian secara keseluruhan.
“Masalah pengangguran adalah contoh masalah yang akan menimbulkan instabilitas perekonomian," katanya.
Melihat berbagai persoalan diatas, sebagai bagian dari komponen penting negara ini, peran lembaga DPR amat diperlukan. DPR adalah lembaga legislatif yang memiliki kewajiban, hak dan wewenang yang diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sesudah amandemen UUD 1945, fungsi dan kewenangan DPR menjadi lebih kuat di bidang legislasi, anggaran dan pengawasan, (termasuk fit and proper test terhadap beberapa pemimpin lembaga negara).
Dengan demikian, untuk menanggulangi berbagai permasalahan bangsa tersebut, DPR harus mengarahkan semua keputusan dan kebijakannya ke arah yang lebih berpihak kepada kepentingan pemecahan persoalan yang sedang dihadapi bangsa dan negara.
"Mengingat DPR terdiri dari unsur partai politik, maka Partai Politik juga harus mengambil peran dan tanggung jawab terhadap semua kadernya yang ditugaskan di DPR, agar menjadi bagian dari solusi terhadap permasalahan bangsa," ujar Ketua DPR Marzuki Alie.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar